Sebuah restu mencumbu diam penuh rahasia
Ratapan sang nada mengalir lembut melalui hantaran nadi yang berima
Alur yang bergejolak maju dan mundur, menghasilkan kehidupan lembut bekas kicauan notasi
Merindukan lukisan yang memburam, menidurkan violin dalam tangkai perasaan
Semburat warna yang beralun, merayu serta menunggu setia
Menyusuri belantara senyum yang mewajahi irama
Entah mengapa sang violin medramatisir kehidupan pemuda yang sedang menunggu senja di atas pelangi
Panggung pertunjukan sendiri, menunggu violin yang ikhlas memangkukan ikhlas jua
Ada kesan melukai, namun dengan perasaan menuju surga
Sebuah violin sebuah kenangan
Merintiskan hujan buatan dalam qalbu
Memancarkan pelangi cinta dalam angan yang mungkin saja rapuh
Untuk para pencari jejak-jejak kontemporer
Tanpa asa yang mendustakan bunyi yang ikhlas, yang kadang memimpikan
Yang juga kadang tak termatakan
Tetap saja berkelok dengan tali nada, akor mendung di tengah melodi kenangan masa
Masa yang indah, indah karena semburat cahaya lampu yang menghitam
Menghitamkan segala bentuk suci yang berbohong putih, tanpa sandingan dan harapan
Mimpi buruk kembali melanda sang violist
Datang dengan mengetuk pintu, mengosongkan kepedulian
Tak sadar tersiratkan sosok pemberi nafas dan penikmat hawa nafsu bercengkrama
Bersama pelukan nada, tepat berada dalam sebuah dada
Sepotong hari yang tak mesra, seraya lara tak sangka lelah untuk berucap
Kenangan mulai mengamuk
Mulai tunduk pada melodi
Sebab, cinta telah di temui dalam irama-irama yang ceria
Sore yang becerita
Untuk para pendengar yang memandang jauh
Sempat melengkingkan urutan tangga nada di atas sebuah tumpukan biola lama
Sebuah musik, sebuah cinta, akan lahir di dalam tulus
Menarikan tariannya, mementaskan dan menggambarkan perasaan di atas sebuah kanvas opera
Menunggu setia yang tak raih menyentuh memori kelam
Gelora bersemi di bawah pohon yang rindang
Ranting dan daun menjadi payung yang meneduhkan, hingga menidurkan nyaman
Tepat bersandar, bercinta dengan drama
Melepas kekecewaan dalam dunia violin, yang tentunya rela
Tak mesti ada kata selamat untuk meninggalkan
Terlihat di tengah-tengah hujan malam, sang violist merayu agar senja kembali
Petir menyorotkan cahaya bagai lampu yang kelap dan kelip di atas panggung pertunjukan
Surga orkestra yang di mimpikan
Dunia bagi mereka yang sebelumnya telah mencintai biola tanpa melupakan violin
Tak juga meninggalkan dawaian yang telah merdu
Tumpukan violin tua bersemayan dalam drama tanda tanyanya
Busur sang violin meninggalkan kekasihnya
Kesendirian badan violin tak lagi berada, dan tak kuat lagi berirama secantik wanita pujaanku
Secantik wajah bulan yang nampak jauh
Secerah matahari sore yang mengindahkan mata dengan sabar
Sembari menunggu hal indah kembali
Bersama senja yang tak lagi berdawai, bila tidak engkau lengkapi dengan cinta yang sederhana
Seperti suara violin ketika engkau menyembut nama cinta di depan hatiku
Untuk sang pujaanku, yang rindu akan angan dalam roda masa
Kembali dalam pelukanku, ikhlaskan cinta yang tak lagi enggan di lukis
Melambangkan drama violin akan selalu bernyanyi
Entah kapan aku menanti
(Makassar, 07 Februari 2015)
Ratapan sang nada mengalir lembut melalui hantaran nadi yang berima
Alur yang bergejolak maju dan mundur, menghasilkan kehidupan lembut bekas kicauan notasi
Merindukan lukisan yang memburam, menidurkan violin dalam tangkai perasaan
Semburat warna yang beralun, merayu serta menunggu setia
Menyusuri belantara senyum yang mewajahi irama
Entah mengapa sang violin medramatisir kehidupan pemuda yang sedang menunggu senja di atas pelangi
Panggung pertunjukan sendiri, menunggu violin yang ikhlas memangkukan ikhlas jua
Ada kesan melukai, namun dengan perasaan menuju surga
Sebuah violin sebuah kenangan
Merintiskan hujan buatan dalam qalbu
Memancarkan pelangi cinta dalam angan yang mungkin saja rapuh
Untuk para pencari jejak-jejak kontemporer
Tanpa asa yang mendustakan bunyi yang ikhlas, yang kadang memimpikan
Yang juga kadang tak termatakan
Tetap saja berkelok dengan tali nada, akor mendung di tengah melodi kenangan masa
Masa yang indah, indah karena semburat cahaya lampu yang menghitam
Menghitamkan segala bentuk suci yang berbohong putih, tanpa sandingan dan harapan
Mimpi buruk kembali melanda sang violist
Datang dengan mengetuk pintu, mengosongkan kepedulian
Tak sadar tersiratkan sosok pemberi nafas dan penikmat hawa nafsu bercengkrama
Bersama pelukan nada, tepat berada dalam sebuah dada
Sepotong hari yang tak mesra, seraya lara tak sangka lelah untuk berucap
Kenangan mulai mengamuk
Mulai tunduk pada melodi
Sebab, cinta telah di temui dalam irama-irama yang ceria
Sore yang becerita
Untuk para pendengar yang memandang jauh
Sempat melengkingkan urutan tangga nada di atas sebuah tumpukan biola lama
Sebuah musik, sebuah cinta, akan lahir di dalam tulus
Menarikan tariannya, mementaskan dan menggambarkan perasaan di atas sebuah kanvas opera
Menunggu setia yang tak raih menyentuh memori kelam
Gelora bersemi di bawah pohon yang rindang
Ranting dan daun menjadi payung yang meneduhkan, hingga menidurkan nyaman
Tepat bersandar, bercinta dengan drama
Melepas kekecewaan dalam dunia violin, yang tentunya rela
Tak mesti ada kata selamat untuk meninggalkan
Terlihat di tengah-tengah hujan malam, sang violist merayu agar senja kembali
Petir menyorotkan cahaya bagai lampu yang kelap dan kelip di atas panggung pertunjukan
Surga orkestra yang di mimpikan
Dunia bagi mereka yang sebelumnya telah mencintai biola tanpa melupakan violin
Tak juga meninggalkan dawaian yang telah merdu
Tumpukan violin tua bersemayan dalam drama tanda tanyanya
Busur sang violin meninggalkan kekasihnya
Kesendirian badan violin tak lagi berada, dan tak kuat lagi berirama secantik wanita pujaanku
Secantik wajah bulan yang nampak jauh
Secerah matahari sore yang mengindahkan mata dengan sabar
Sembari menunggu hal indah kembali
Bersama senja yang tak lagi berdawai, bila tidak engkau lengkapi dengan cinta yang sederhana
Seperti suara violin ketika engkau menyembut nama cinta di depan hatiku
Untuk sang pujaanku, yang rindu akan angan dalam roda masa
Kembali dalam pelukanku, ikhlaskan cinta yang tak lagi enggan di lukis
Melambangkan drama violin akan selalu bernyanyi
Entah kapan aku menanti
(Makassar, 07 Februari 2015)
*Terbaik III pada event menulis puisi dengan tema 'musik' pada hari musik di Yogyakarta