Tahun ini merupakan tahun pertama saya ikut serta
dalam event Bulan Bahasa UGM yang sudah saya ketahui sejak beberapa tahun lalu.
Agenda tahunan yang cukup punya tempat di kalangan mahasiswa yang memiliki
nurani untuk melestarikan bahasa Indonesia. Melalui beberapa kategori lomba—saya
dengan tidak mempertimbangkan apa-apa, iseng mengirim sejumlah uang ke rekening
panitia sebagai biaya registrasi. Uang yang kemudian saya pinjam dari rekening
seseorang yang cukup penting dalam hidup saya. Dan lantas apa yang terjadi dengan
puisi saya?
Saya menulis puisi berjudul ‘Hasrat’ tidak lain
hanyalah sebatas respon kekecewaan saya (mungkin karena saya tidak paham motif
dan alasannya) terhadap Colliq Pujie yang susah payah menyalin dan mengumpulkan
kisah-kisah I Lagaligo yang kemudian Epos itu bermukim di tanah Eropa (mengapa
tidak di negerinya sendiri). Terhadap tokoh bernama Sawerigading dan budak-budaknya.
Saya tidak pernah berharap puisi ini dapat berbicara terlalu jauh.
**
HASRAT
--setelah pamit kepada diri yang lain
aku berjalan tanpa bayang
dan masih menyandang gelar matinroe ri tucae
setelah kematian lebih dulu luruh
menemani anumerta yang sempat
disemati orang-orang Tanete
bersama La Rumpang menemu ritus
khayali
penumpas segala jenis penindasan.
kau menunggangi lontaraq untuk kembali
menemui La Makkawaru yang tak
pernah sempat
diangkat menjadi Datu di tanah
Tanete
“kau terlalu buruk ketimbang
perempuan.” katamu
bersama I Gading kau semakin hilang
atas kendali dewata
apalagi setelah ambo’ mu menggali kepergiannya.
--dan perempuan di generasimu
adalah tiang penyangga
bagi kekuatan-kekuatan buta atas
restu penghianatan
dan pada akhirnya sebelum
pengasingan itu
setelah kematian La Tanampareq To
Apatorang Arung Ujung
para keluarga mencium aroma
penghianatan
dan pada akhirnya kau dibawa ke Jumpandang
sembari mencipta lontaraq tanete dan elong
dua puluh tahun membantu mereka
menyalin
jauh setelah Galigo lahir
diingatan-ingatan kami.
--kami yang kau sembelih kelak menjadi karat bagi
pedang-mu
cinta bisa menggores apa saja
telapak tangan, kening, dada, kuda
bahkan
yang tak pernah benar-benar ada
kami berjumpa di atas langit
selepas
bahtera menyelamatkan banyak
pendosa
dan samudera terbelah
menenggelamkanmu
lalu rencana apa yang kau tawarkan
pada anakmu
kelak jika ia tahu ibunya adalah
saudara kandungmu.
--pergilah ke ujung beru atau bandar madani menemuiku
sebagai perempuan lain yang tak
pernah kau temui
tubuhmu disenyap kesepian dan
berkali-kali
kesedihan terpasung sendiri di
tanah bugis
terpasang wajah kembar turunan
langit
tengah memasung jiwa dan memotong
lidahnya dengan sebilah bambu
untuk menjaga kesetiaannya.
kau menang atas cinta yang telah
lebih dulu mengalahkanmu
2017
(* Puisi terbaik
I Bulan Bahasa UGM 2017