Kamis, 14 Desember 2017

Hasrat di Bulan Bahasa UGM 2017


Tahun ini merupakan tahun pertama saya ikut serta dalam event Bulan Bahasa UGM yang sudah saya ketahui sejak beberapa tahun lalu. Agenda tahunan yang cukup punya tempat di kalangan mahasiswa yang memiliki nurani untuk melestarikan bahasa Indonesia. Melalui beberapa kategori lomba—saya dengan tidak mempertimbangkan apa-apa, iseng mengirim sejumlah uang ke rekening panitia sebagai biaya registrasi. Uang yang kemudian saya pinjam dari rekening seseorang yang cukup penting dalam hidup saya. Dan lantas apa yang terjadi dengan puisi saya?

Saya menulis puisi berjudul ‘Hasrat’ tidak lain hanyalah sebatas respon kekecewaan saya (mungkin karena saya tidak paham motif dan alasannya) terhadap Colliq Pujie yang susah payah menyalin dan mengumpulkan kisah-kisah I Lagaligo yang kemudian Epos itu bermukim di tanah Eropa (mengapa tidak di negerinya sendiri). Terhadap tokoh bernama Sawerigading dan budak-budaknya. Saya tidak pernah berharap puisi ini dapat berbicara terlalu jauh.
**

HASRAT

--setelah pamit kepada diri yang lain

aku berjalan tanpa bayang
dan masih menyandang gelar matinroe ri tucae
setelah kematian lebih dulu luruh
menemani anumerta yang sempat
disemati orang-orang Tanete
bersama La Rumpang menemu ritus khayali
penumpas segala jenis penindasan.

kau menunggangi lontaraq untuk kembali
menemui La Makkawaru yang tak pernah sempat
diangkat menjadi Datu di tanah Tanete
“kau terlalu buruk ketimbang perempuan.” katamu
bersama I Gading kau semakin hilang atas kendali dewata
apalagi setelah ambo’ mu menggali kepergiannya.

--dan perempuan di generasimu adalah tiang penyangga
bagi kekuatan-kekuatan buta atas restu penghianatan

dan pada akhirnya sebelum pengasingan itu
setelah kematian La Tanampareq To Apatorang Arung Ujung
para keluarga mencium aroma penghianatan
dan pada akhirnya kau dibawa ke Jumpandang
sembari mencipta lontaraq tanete dan elong
dua puluh tahun membantu mereka menyalin
jauh setelah Galigo lahir diingatan-ingatan kami.

--kami yang kau sembelih kelak menjadi karat bagi pedang-mu

cinta bisa menggores apa saja
telapak tangan, kening, dada, kuda bahkan
yang tak pernah benar-benar ada
kami berjumpa di atas langit selepas
bahtera menyelamatkan banyak pendosa
dan samudera terbelah menenggelamkanmu
lalu rencana apa yang kau tawarkan pada anakmu
kelak jika ia tahu ibunya adalah saudara kandungmu.

--pergilah ke ujung beru atau bandar madani menemuiku

sebagai perempuan lain yang tak pernah kau temui 
tubuhmu disenyap kesepian dan berkali-kali
kesedihan terpasung sendiri di tanah bugis
terpasang wajah kembar turunan langit
tengah memasung jiwa dan memotong
lidahnya dengan sebilah bambu
untuk menjaga kesetiaannya.

kau menang atas cinta yang telah
lebih dulu mengalahkanmu

2017

(* Puisi terbaik I Bulan Bahasa UGM 2017


Share: