Adakah yang lebih abadi dari menggalikanmu makam di pelupuk dadaku yang
terdalam? barangkali, kita lupa bahwa pernah, tidak semata-mata gagal
mempertahankan, kadang pun, tidak selalu menemani tawa-tangis untuk kita rawat
sendiri, tanpa suntik dan ruang berwarna putih. mungkin, adakah kau yang selalu
berusaha mengingat hal yang berusaha kau lupakan sendiri buat menenangkanku?
menjinakkan sebuah khawatir yang masih liar, di sebuah padang yang diapit oleh
dua bukit indah tepat di dadamu, berburu cemburu dengan lukanya yang masih
berdarah, akibat bekas pelukan oleh kedua lenganku yang masih labil. Pernahkah
cemburu menamai dirinya? sebagai mantan, ia bisa saja menjadi judul tentang
puisi bernama kekasih yang disalah artikan oleh patah hati. atau seperangkat
satir hingga berubah elegi untuk menamainya sebagai kenangan berbungkus
duka-cita ditambah lara. dan ia bukan aib atau sesal, mantan adalah upaya untuk
menamai setia dan kenangan. Kekasih bisa jadi gundukan
tanah merah, lalu menjelma sebagai kamar untuk menikahkan raga yang lupa
menemukan mempelai ketika berdiri di atasnya. Tanpa taburan bunga, pernikahan
ini pun terjadi di sebuah makam di belakang dua bukit itu, bernisankan kenangan
masa lalu yang kedaluwarsa oleh waktu yang memaksa dewasa Jalan menuju ke
pemakaman tidak lagi seperti jalan yang tak pernah usai kita lalui. Kau berdalih,
sebelum ayunan kaki tertapak, angin menghapusnya, dan aku lupa arah menujunya.
Oleh karena sebaik-baiknya harapan, hidup tanpanya adalah mematikan tubuh dan
memaksanya mencintai diri sendiri.
Asal kau tahu, aku pernah
mengajakmu untuk menyeberang jalan itu, jalan yang pernah membuatmu terluka
oleh pejalan kaki yang gagal menemanimu. Aku juga pernah mengajakmu
mencintaiku, tanpa meminta cinta itu utuh saat kau berikan. Memakamkanmu adalah
mencintaimu dengan keabadian, menjodohkan raga kita tanpa saling memiliki
dengan jemari yang masing menggenggam. Rasa saling memiliki bisa menjadi dosa
dan penambah rasa sakit paling awet, ketika masing-masing diantara kita merasa
kehilangan. Mungkin, kehilangan bagi tubuhku adalah neraka yang paling sunyi,
dengan dingin yang menerjang hingga menuntaskan endapan perasaanku pada
perasaanmu yang masih diselimuti oleh dosa kebodohan. dan diam ini adalah kau
yang mencintaiku tanpa kata Adakah yang lebih pilu dari memutuskan benang yang
masih kusut ketika kau hendak memintalnya dengan hati-hati (hati)? Sepiring senyuman di pagi
hari, dengan secangkir cinta di sampingnya. Ketika baru saja terbangun, kau menjelma pagi yang beraroma kekasih dalam kelambu keabadian. Kadang kau
berwajah Ibu yang menghadirkanku di tempat ini (dunia) yang ikhlas vaginanya
kutinggali berbulan-bulan, tanpa bayaran sedikit pun. tapi, kau bukan kekasih
yang sebagaimana kau kira. kau lebih dari itu, bahkan lupa kepada cara-cara
terbaik untuk segera melamarmu.