Senin, 15 Agustus 2016

Aquarium dan Delusi




















Dua bulan terakhir ini, saya berbahagia. Selain karena PSM Makassar menang besar empat nol dengan Bali United akhir pekan kemarin, dan di awal pekan ini, klub favorit saya sedari tumbuh dan berkembang, Manchester United melibas Burnemouth dengan skor tiga satu di pekan pertama liga Inggris—hampir sepuluh sajak dan puisi-puisi saya dimuat di beberapa media nasional. Saya tidak akan menyebutkannya media apa saja,. Jika kebelet ingin tahu, kata kunci dengan menggunakan nama saya mungkin bisa diketik di mesin pencarian (Alam) semesta jika komputermu terhubung dengan internet. Terakhir saya mendapat kabar esai sederhana yang sempat ditulis menjelang sahur ketika bulan puasa dimuat di salah satu kolom sastra dan budaya. Kabar yang saya terima saat menonton langsung di stadion Andi Mattalatta, ketika PSM bersua Persegres Gresik United. Kesimpulannya, dua bulan terakhir saya ‘lumayan’ senang. Meski tanpa kau yang sulit tuk dikenang.

Nah, sebulan yang lalu—kurang lebih seperti itu, salah satu puisi saya terlibat ke dalam satu buku antologi yang menurut saya unik dan penuh makna. Unik karena baru pertama kali ini, saya terlibat dalam penulisan buku puisi yang melibatkan banyak orang. Tak tanggung-tanggung, seribu orang.  Buku puisi dengan ketebalan yang mungkin saja hampir menyamai tetralogi milik Pram. Penuh makna, karena sebuah kebanggaan dapat terlibat bersama dengan salah satu peraih Khatulistiwa Award, yakni Gunawan Maryanto. Antologi buku puisi yang ini diberi judul Aquarium dan delusi.

Buku itu sangat prestisius. Mengapa tidak, baru kali ini, sebuah buku puisi diterbitkan dengan jumlah kertas sebanyak itu. Selain kabar yang selalu hangat bahwa Aquarium dan Delusi rencananya akan merengkuh rekor MURI dengan buku dengan jumlah penulis terbanyak di Indonesia. Sekarang, saya bersama kekasih kawan saya sedang menunggu distribusi buku tersebut. Kabarnya, di bulan ini—seribu orang akan menerima paket itu dengan penuh cemas. Semoga tidak meriang.

Share: