
Selama tiga bulan menanti, tentang sebuah event menulis puisi bertajuk ITS Expo 2015 yang dilangsungkan bulan Oktober 2015 di kampus Institute Sepuluh November Negeri Surabaya (ITS). Tidak menyangka, salah satu puisi saya yang berjudul Taman Bermain Dewasa terpilih sebagai pemenang IV Poetry Contest dalam pagelaran tersebut. Mengangkat tema yang paling dekat dengan Indonesia yakni cinta, berbudaya dan nusantara. Puisi tersebut saya tulis beberapa bulan sebelum dilaksanakan lomba menulis puisi tingkat nasional itu. Sebagai bentuk penghargaan, keseluruhan pemenang yang terpilih dari seluruh Indonesia dibukukan ke dalam sebuah antologi puisi dengan judul Cinta Budaya dan Nusantara, selain beberapa hadiah hiburan dari pihak panitia pelaksana.
/1/
segera, sebatang pohon
tumbuh di wajahmu
ada sepasang danau yang
menolak bersatu
suatu saat, danau itu
akan meluap atas dua kata—entah terlalu bahagia
atau terlampau
menyedihkan.
sebatang pohon tanpa
mama, akal, gaun, langsing dan buah (dada)
atau tak ada nama,
akar, daun, ranting, dan buah.
kedua lenganmu adalah
dahan, lembah di lehermu
sungguh elok untuk
kudaki dengan kekasihku
tanpa mencoba menuju
puncakmu bernama cemburu
/2/
pertemuan kita adalah
taman bermain dewasa,
kadang berarti surga
kecil yang sengaja jatuh ke bumi.
pintunya dijaga oleh
malaikat dari lubuk
Adam dan Hawa bertemu
karena masing-masing dari kita merasa kesepian.
akankah Tuhan ingkar?
ketika ia berjanji,
mengurung iblis itu
dari tamparanmu.
menjauhkan ingatannya
dari kepalaku,
menolak tamu bernama
perasaan sebelum ia mengetuk pintu,
menginjak dadaku dengan
kata-kata,
dan mengikat jantungku
agar berhenti melangkah
menuju surga di antara
kedua lenganmu
/3/
semak dan belukar
menutupi liang bibirmu
menghalangi sepasang
sungai mengalirkan
duka menuju kerendahan
tubuhmu saat pulas.
ada tempat kusebut
nusantara; menghamparkan hijau
di kedua matamu, laut
yang menolak dangkal, selalu meminta agar ditumbuhi karang.
lalu dihinggapi
ikan-ikan bersayap seperti kupu-kupu yang berenang,
yang kupancing dengan
kail doa, tepat aku berdiri di salah satu tepian matamu
/4/
suatu sore, dibawah
langit yang sedang hujan
meluap dari sepasang
danau yang menolak bersatu.
kau adalah ikan hias
yang kudoakan tak dapat berenang,
meski aku tahu doa itu
tak selalu tentang kebenaran—harapanmu.
kedua danau itu adalah
mantan rumahmu, yang selalu kau rindukan.
aku menolak agar kau ke
sana,
kupotong ekormu dengan
pelukan di tengah dingin.
berbohong kepada
matahari pagi,
dan senyumanmu menjelma
pagi, saat tidurku
berhenti menjadi mimpi
yang setengah nyata.
(*)
Dimuat ke dalam antologi puisi Poetry EXPO ITS 2015 ''Cinta, Budaya dan Nusantara''
(*)
Dimuat ke dalam antologi puisi Poetry EXPO ITS 2015 ''Cinta, Budaya dan Nusantara''