Sabtu, 15 Oktober 2016

Aku ingin kehilangan kau sekali lagi

***
Tidurlah sebab ceritaku sedang ingin berdongeng. Ia ingin menemanimu di tengah-tengah bantal, guling dan selimutmu yang nyaman. Doa-doa tidur kau lantunkan lewat penjuru hujan yang terus berburu kehangatan. Ia lelah, kemudian beralih menuju pipi dan juga matamu. Aku ingin menjadi biduk, dan kepadamu yang pernah membuatku ingin kukirimkan surat lewat doa-doa orang tiada. Apa yang selama ini kita lakukan adalah hal yang tak pernah dapat diartikan kehilangan. Apa yang akhirnya membuat kita merasa demikian adalah sesuatu yang sering kita sisipkan di tengah-tengah kebahagiaan. Tak ada pemilik yang benar-benar mengerti cara memiliki, bahkan perasaannya sendiri pun. Jauh sebelum keringat berlabuh, di kulitmu yang beraroma garam dan pelabuhan—angin melukai pantainya sendiri. Jangkar kau reda, menghantam karang yang sembunyi jauh di kedalaman dirimu. Jauh sebelumnya, seperti pertemuan yang membuatku menulis surat (puisi) ini, aku ingin kehilangan kau yang lain sekali lagi. Bacalah suratku ini, walau seperti anak kecil yang tengah mengeja kata menjadi kalimat. Apa yang tertulis adalah lupa yang selama ini kureda, kita yang sejauh serta selama ini menjeda. Seperti badai di tengah-tengah keramaian yang jahat—kita masing-masing pencuri dan pencopet yang berlari menghindari amukan orang-orang baik.

Makassar 2016 
Share: