![]() |
Satu
Orang-orang ada untuk keadaan orang lain yang pura-pura, mereka menutup
mata dan hanya bermain mata dengan kata-kata buta, tak ada rupa dan lupa bahwa
perhatian hanya untuk manusia-manusia yang mendekati sempurna. Tak ada lagi
penghargaan sesama, penghargaan hanya sebatas menghargai perbedaan saja, pun
secara terpaksa dan dipaksa. Kota ini disulap hingga dipaksa menyamai surga,
tapi yang terasa justru sebaliknya. Kejahatan di mana-mana, di setiap sudut
jalan ramai hingga legang dengan orang-orangnya berjalan kaki, menikmati udara
lembut sapuan pohon-pohon buatan. Manusia-manusia lebih suka bernafas dalam
mobil, bepergian ke tempat-tempat hiburan gelap dan melupakan terang. Dunia ini
sudah sepantasnya lelah dan meminta ditinggalkan.
Dua
Jalan untuk orang-orang dan kakinya sudah
dilupakan. Menikmati hujan tidak lagi dengan payung, namun jas yang menutupi
seluruh tubuh, menegaskan bahwa hujan sangatlah berbahaya. Dibanding dengan kata-kata,
kejahatan akibat melupakan adalah kesendirian dalam hati dan diri sendiri. Mata
untuk menatap hingga menetap jauh dalam mata kekasih hanya sia-sia, di matamu
aku pernah melihat seseorang yang lain melihatku menatapnya. Aku tahu, dalam
dirimu masih ada diriku. Namun, aku tidak tahu dalam matamu, entah siapa.
Tiga
Kacamata tak lagi memperjalas kota. Ia
berubah menjadi katamata, kata dalam mata. Mulut orang saling mengumpat tanpa
malu, memakan lidah dan menggigit gigi orang-orang terdekat. Lalu memberi makan
orang-orang yang jauh hanya untuk melihat penderitaan terpinggirkan oleh uang
dan kedudukan. Sementara, anak-anak lahir dari rahim yang entah dari mana dan
milik laki-laki siapa. Selain es krim, kelamin adalah sarana dan wahana bermain
untuk lidah dan mulut yang masih kanak-kanak. Kau adalah perempuan dewasa yang
meniru anak-anak.
Empat
Di rumah, sekolah, pasar dan kantor
polisi adalah penjara akal, kebebasan, kejujuran dan cinta. Orang-orang hidup
hanya untuk saling mematikan, menyembuhkan hanya sebatas merawat diri dari
kematian yang sebentar lagi memarahiku mengobatimu. Kita hanya gerombolan
manusia-manusia dungu pesuruh kebodohan yang mencari kampus untuk sarjana.
2016
(*)
*Pertama kali dimuat di koran Fajar Makassar, edisi Minggu 7
Februari 2016